– Aku menatap langit sepi, hanya mendengar kata “lonely” berderak di dalam hati.
– Rembulan hantu lewat, menandai ceritaku “alone” selamanya.
– Hujan menetes pelan, seakan memanggil “sad” yang menunggu.
– Dalam bisu malam, “empty” terasa seperti kepanikan yang tak terucapkan.
– Seperti awan buruk, hatiku “moody” di bawah sinar mentari.
– Aku menahan air mata, menunggu “grief” datang lagi.
– Di sisi gundukan hati, “heartbroken” terasa lebih nyata.
– Semesta berbisik: “loneliness” tetap menjadi ruang tersisa.
– Aku berjalan tanpa tujuan, hanya “broken” di setiap langkah.
– Tanpa kata, “loss” menjerat jiwaku dalam terbatasnya kesenduan.
– Mimpi hancur, dan jiwaku debat “lost” tanpa arah.
– Aku menangis untuk “sadness” yang tak pernah menunjukkan wujud.
– Sembang malam beli “silence” saja, menampilkan derita hatiku.
– Aku menolak pergi, tetap “waiting” di tempat sunyi.
– Terasa “barren”, hidup ini tak pernah menyisakan rasa senang.
– Sungguh, rasa ini menjadi “dismal” yang tak terjamah.

– Aku mencari arti, namun hanya menemukan “confusion”.
– Setiap detik terasa berat – “torment” mengikat setiap pikiran.
– Sedang di peristirahatan, “alone” memanggilnya kembali.
– Hatiku memanggil “pain” yang tak pernah membaik.
– Aku menafsirkan alam semesta dengan “dreadful”.
– Oleh-oleh pikiran: “resentment” terus menari di antara kalbu.
– Seperti pelangi yang hilang, saya tetap “sad” di hati.