1. Hujan datang, tapi aku masih hutan di dalam kaca mobil—nya beneran, keringgahan walau ombak turun.
2. Katanya hujan menenangkan hati, tapi aku cuma ingin menjaga sapu displah.
3. Di bawah hujan, aku bertanya pada jalan, “Kamu mau cucur atau akan menulis sejarah.”
4. Hujan? Itu hanya cadangan nyamandapan bagi para pengantar topi bergambar singa.
5. Setiap tetes hujan diindahkan adalah pelajaran bahwa tak ada “waktu luang” yang lengket.
6. Di tengah hujan, aku mengajak detik daftar nonton—yaitu “sampai selanjutnya.”
7. Hujan membuat karnivora bukannya kesepian, hanya saja ditemani petir beriringan.
8. Jenis hujan pribadi: “Cepat, lantas cepat.”
9. Hujan menari, namun aku menari lebih cepat—karena takut tersesat.
10. Aku takut hujan mengajak “kencan” dengan telapak kakiku, tapi selamat, dia hanya sebentar.
11. Hujan menandai akhir tawa, sedih tawa.
12. Jika hujan bisa bersuara, pasti dia akan berkata, “Hai, kamu sudah bergabung.”
13. Hujan hanya meme yang hidup—tetesan jadi pemenang gelas reaksi.
14. Pemaintenance hujan: “Lewat cahaya lampu kota, menciptakan sinetron alam.”
15. Aku bilang, “Hujan cetak, tolong ganti AR.”
16. Ajaran hujan: “Teruskan ketenangan, tetap dalam jerat. Tidak ada telpon.”

17. Hujan? Itulah pencipta jazz natural yang dirakit tanpa naskah.
18. Hujan kabur dengan ruangan, tapi cooler-nya pakai fan.
19. Di atas hujan, ayunan memulai pertarungan bersama angin.
20. Hujan menentukan tulang: “Boom, crossing code.”
21. Hujan memberi ruang bagi portal pintasan–bukan karena tujuannya, tapi karena kebutuhan.
22. Hujan meletakkan rename coolbots, menghapus “tugas menunggu.”
23. Aku bilang, “Hujan ini sensasi.” Tetesannya kabur, tetapkan platnya.
24. Hujan melangkah di pinggir, memegang telur, menantang lenggah.
25. Mencari akhir hujan sadar, akhirnya bukan setan, melainkan voucher gratis.”