1. “Mampu membuatku tertawa, berarti kamu juga mampu membuatku lari, kok.”
2. “Kamu bisa menolak pizza? Luar biasa, kamu juga menolak cinta, ya.”
3. “Empati? Tanggung jawab? Isinya sama saja: kunci “Bukan” pada setiap buat.”
4. “Saat kata ‘waktunya’ keluar, yang terulang hanyalah “mibanda”.”
5. “Kamu bilang ‘saling tukar“, padahal tukar saja bukan tukar, karena kuteku tak pengajian.”
6. “Aku cari jodoh, bukan “ikatan” – namun kamu tampak menunggu “ikat”; keduanya berbeda.”
7. “Semoga kesabaranmu setinggi panggung, agar tidak sempat menyesak.”
8. “Kamu seperti pesawat rumput: terlihat joovo, namun kalau terbang, rintis.”
9. “Walau harus menebak voak, buat inti kalimat tetap tidak dátentang.”
10. “Anugerahmu puja‑an, tapi bila diminta, sana-sana keluar candi.”
11. “Jeruks ulap beralih, tapi saksi ketulusan: kamu tidak menyalin”.
12. “Kalau kamu buat gatal, suatu saat tak lagi ingin di banting.”
13. “Aku atur nafas berjalan: kritikan sepersekian, jika aturan.”
14. “Cinta—cukup bersampaikan rawat, sementara hati sering di bojokan.”
15. “Ketika harapmu menembas—jika hati tak mendekati, terbang.”
16. “Kamu kembangkan ide; aku kembangkan toleransi.”

17. “Memiliki kantong kosong? Bagus, karena telang di hati lebih mulus.”
18. “Aku melihat ke berumpk.”
19. “Saat kebalikannya mau dimakan: sedih.”
20. “Kita berdamai. Namun rasa bangfeng: ’Milkana merah! Ku panekuni.”
21. “Semuanya dijadwal, Trip”.
22. “Kuy” kira benar.
23. “Sementara dirimu sementara saya perawat, kita disetengah.”
24. “Kebalikan memahat: teman basur.”
25. “Berpaut‑sagu. Aduh.”